Ulasan dan Analisis Media Televisi Nasional di Indonesia dalam Peliputan dan Pemberitaan mengenai Covid-19

 Penulis : Yaser Fahrizal Damar Utama 

A.    Ulasan Protokol Keamanan  Liputan dan Pemberitaan Covid-19


Pada tanggal 16 Maret 2020, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) bersama Jurnalis Krisis dan Bencana, serta  Komite Keselamatan Jurnalis menyususun “Protokol Keamanan Liputan dan Pembertitaan Covid-19” bagi jurnalis dan perusahaan media massa.

Isi dari protokol keamanan ini adalah prosedur yang harus dilakukan oleh jurnalis dan perusahaan sebelum peliputan, selama peliputan dan publikasi berita mengenai Covid-19. Hal ini bertujuan agar pekerja media di Indonesia dapat bekerja dengan baik dan aman selama pandemi virus corona serta memastikan berita yang dipublikasikan tepat dan  tidak mengandung hoax yang dapat menimbulkan kegaduhan di kalangan masyarakat. Memperhatikan kesehatan dan keselamatan wartawan tanpa menghilangkan  peran sebagai watchdog dan tetap mengedepankan kode etik jurnalistik.

B.     Sebelum Adanya Protokol Keamanan Liputan dan Pemberitaan Covid-19.

Sebelum dikeluarkannya protokol ini, banyak media yang memberitakan berita corona secara sembrono sehingga menimbulkan kegaduhan pada publik, baik itu media arus utama maupun media yang tidak terdaftar di dewan pers. Satah satu yang sempat viral di sosial media adalah siaran langsung di acara Apa Kabar Indonesia Malam pada tanggal 2 Maret 2020.



Wartawan menggunakan masker gas saat liputan di Depok Jawa Barat. (Tribun News Medan)

Berita ini viral bukan karena isi beritanya melainkan karena reporternya yang menggunakan masker gas ketika menyampaikan laporan. Penggunaan masker gas ini dinilai berlebihan oleh beberapa pihak. Salah satu orang yang mengkritisi pemberitaan ini adalah Dokter Tirta yang merupakan dokter lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada. Dikutip dari Tribun News Medan dokter Tirta sangat menyayangkan apa yang sudah dilakukan  oleh reporter ini. Dia menjelaskan bahwa gas mask bukanlah masker yang lazi digunakan di dunia kesehatan. Bahkan saat melakukan operasi sekalipun dokter tidak ada yang menggunakan masker seperti itu. Diapun menilai bahwa jurnalis ini tidak memahami apa itu virus corona yang diberitakannya dan hal-hal yang harus dilakukan dalam menyikapinya.

Seandainya Protokol Keamanan dan Pemberitaan Covid-19 sudah ada pada saat itu, maka kejadian ini menyalahi protokol pada nomor 28 pada bagian Publikasi Berita Covid-19, yaitu “Jurnalis menghindari publikasi konten yang menimbulkan kepanikan publik.”

C.    Peran Perusahaan Media dalam Melindungi Kesehatan Pekerjanya dan Penerapan Protokol Keamanan Liputan dan Pemberitaan Covid-19

Berbagai perusahaan media mulai menindaklanjuti perihal Protokol Keamanan Liputan dan Pemberitaan Covid-19 yang sudah dikeluarkan. Kompas Tv menjadi salah satu media yang mulai menyesuaikan sistem kerjanya dengan protokol ini.

Saya mewawancarai Cindy Permadi, salah satu wartawan dari Kompas Tv pada hari Kamis 25 Maret 2020, melalui aplikasi Whattsapp. Dia mengatakan bahwa perusahaannya cukup sigap dalam memperhatikan kesehatan para pekerja bahkan sebelum protokol ini dikeluarkan. “Yang habis liputan yang berhubungan langsung dengan Covid-19 pun difasilitasi dengan medical check up. Misalnya, temen-temen yang waktu itu liputan observasi WNI dari Wuhan di Natuna, pulangnya di-MCU (Medical Check UP). Aku pun liputan observasi di Pulau Sebaru dua kali (total 13 hari) sampe MCU dua kali.”.

Pemeriksaan yang dilakukan berupa Medical Check Up (tes fisik, tekanan darah, rongthen dan lain lain), bukan pemerikasaan PCR (Polymerase Chain Reaction) yang dilakukan untuk mendiagnosis positif atau negatifnya.

Saat Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi teridentifikasi positif virus corona, para wartawan yang sempat meliput atau kontak langsung dengannya langsung mendapatkan pengecekan kesehatan dan di beri waktu untuk Self Isolation. “Temen-temen yang pernah liputan atau kontak langsung sama Menhub pun juga difasilitasi mcu dan self isolated, jadi ga kerja dulu selama beberapa hari.” ujarnya. Penanganan untuk kasus wartawan yang pergi meliput ke Natuna dan yang meliput Menhub ini, sudah sesuai dengan Protokol Keamanan Liputan dan Pemberitaan Covid-19 nomor 19-23 tentang Jurnalis yang Pernah Kontak dengan Pengidap Covid-19.

Untuk beberapa divisi juga sudah diberlakukan sistem WFH (Work From Home) atau bekerja dari rumah. Namun untuk news gathering tetap harus turun kelapangan, hanya dikurangi porsi kerjanya. “Ada beberapa divisi yang sudah menerapkan WHF juga, tapi karena kita news gathering, gak mungkin semua WHF jadi perubahan formasi jadwal aja sih.” ujar Cindy. Pengurangan porsi kerja dilakukan untuk memberi waktu untuk beristirahat kepada pekerja. Selain porsi kerja, formasi wartawan dilapangan juga dikurangi. Hal ini sudah sesuai dengan Protokol Keamanan Liputan dan Pemberitaan Covid-19 nomor 8.

Aktivitas di kantor Kompas TV juga mengalami beberapa penyesuaian. Satpam yang berjaga di sekitar gedung dibekali dengan thermal scanner (alat pengukur suhu tubuh), siapapun yang masuk kedalam gedung akan dicek suhu tubuhnya. Terdapat pula hand sanitizer di berbagai titik yang banyak dilewati orang. Tersedianya thermal scanner sebagai pengecekan berkala dan hand sanitizer di berbagai titik di kantor juga merupakan implementasi dari Protokol Keamanan Liputan dan Pemberitaan Covid-19 nomor 8.

Para wartawan Kompas TV  akan dibekali masker biasa saat melakukan liputan ke tempat yang tidak berhubungan dengan Covid-19. Jika wartawan pergi meliput ke rumah sakit atau pun tempat tempat yang terpapar atau berpotensi terpapar Covid-19 akan dibekali masker N95. Pembekalan masker kepada wartawan ini, sesuai dengan Protokol Keamanan Liputan dan Pemberitaan Covid-19 nomor 7 dan 19 poin c.

Setiap peralatan yang digunakan akan dibersihkan menggunakan alcohol pads sebelum dan setelah digunakan. Hal ini sesuai dengan Protokol Keamanan Liputan dan Pemberitaan Covid-19 nomor 16 poin g. Ketika liputan, wartawan menggunakan mobil yang disediakan oleh kantor, mobil ini juga sudah disemprot menggunakan cairan disinfektan. Hal ini sesuai dengan Protokol Keamanan Liputan dan Pemberitaan Covid-19 nomor 7 dan 10.

D.    Prosedur Pencarian, Pengumpulan dan Pemberitaan Media Televisi Setelah Adanya Protokol Keamanan Liputan dan Pemberitaan Covid-19

Selama Pandemi Covid-19 ini, peliputan lebih banyak terfokus di beberapa rumah sakit yang menangani korban Covid-19. Physical Distancing diterapkan di beberapa rumah sakit. “RSPI Sulianti Saroso juga skrg sudah meniadakan konpers yang biasanya sekali sehari tiap sore, skrg ditiadakan.” ujar Cindy. Sebagai gantinya, RSPI membuat grup whatssapp yang di dalamnya berisi Humas RSPI dan wartawan dari berbagai media. Setiap pagi hari, para wartawan menyiapkan daftar pertanyaan lalu di kirim melalui grup. Pihak RSPI akan  merekam video berisi informasi terbaru dan jawaban dari pertanyaan wartawan yang di sampaikan oleh Direktur Utama lalu mempostingnya di Youtube. Humas RSPI juga akan membagian mengirimkan video tersebut ke grup yang sudah dibuat tadi. RSUP Persahabatan juga melakukan hal yang sama.

Cindy juga mengatakan bahwa di Rumah Sakit Darurat Wisma Atlet, Doni Monardo selaku Kepala Gugus Tugas Penanganan Covid-19 mengimbau kepada para wartawan agar tidak berdesakan saat merekam konferensi pers.

Media televisi membutuhkan visual sebagai bahan pemberitaannya.  Cara yang dipilih adalah mengunakan aplikasi seperti whatssapp dan skype untuk mendapatkan visual dari narasumber. “Presenter  yang WFH juga diminta untuk melobi narasumber bikin video terus share via whatsapp. Narsum di studio pun sekarang live via skype.” ujar Cindy.

Hal serupa juga dilakukan oleh Trans TV. Pada program Mata Najwa yang biasanya menghadirkan narasumber untuk berbincang di studio kini menggantinya dengan video call bersama narasumber. Acara inipun di siarkan tanpa adanya penonton di studio.

Media di Indonesia sedang benar-benar fokus pada isu-isu  tentang Covid-19, maka plotingan wartawan banyak berpusat di rumah sakit dan tempat-tempat yang berkaitan. Hal ini juga dampak dari pengurangannya tim yang turun kelapangan. Cindy mengatakan “Bedanya liputan dengan sebelum ada covid, jelas plotingan liputan semua membahas soal covid dan dampaknya. Pos-pos kaya KPK dan DPR kalau gak urgent harus ke sana,  ya kita prefer minta video atau rilis.”

Cindy mengakui ia harus lebih berhati-hati saat tampil di depan kamera memberitakan situasi terkini tentang Covid-19 di beberapa tempat agar tidak menimbulkan kepanikan publik. Contohnya seperti penggunaan masker, wartawan ingin menggunakan masker setiap kali melakukan liputan dilapangan, namun selain menjaga kesehatan pribadinya, wartawan juga harus mengedukasi masyarakat bahwa masker digunakan seperlunya agar tidak terjadinya kepanikan yang berakhir pada panic buying. “Kalo di zona hijau engga usah pake masker ketika live report, dan sampaikan itu ke khalayak. ‘Saya berada sekian meter dari blblabla’ makanya saya tidak pake masker’. Atau kalo harus pake masker ya sampaikan juga.” ujar Cindy.

Selain berhati-hati agar tidak menyebabkan kepanikan publik, wartawan juga harus berhati-hati agar tidak terinfeksi virus ketika liputan. “Liputan pasti jadi lebih hati-hati juga. karena ga tau kita carrier (pembawa virus) atau bukan, begitu juga dengan orang yg kita temui” ujar Cindy.

E.     Kesalahan Media Televisi Setelah Adanya Protokol Keamanan Liputan dan Pemberitaan Covid-19

Sesuai dengan isi dari Protokol Keamanan Liputan dan Pemberitaan Covid-19, wartawan harus bisa menjaga keselamatannyanya selama liputan agar tidak terinfeksi Covid-19.

 


Tangkapan layar program Kabar Pagi TV One yang tayang pada tanggal 20 Maret 2020, menampilkan wartawan yang tidak menjaga jarak aman dengan narasumber dan wartawan lain.

Pada gambar diatas terlihat wartawan saling berdekatan satu sama lain dan tidak menjaga jarak aman yang ada pada Protokol Keamanan Liputan dan Pemberitaan Covid-19 Nomor 16 Poin K. Seharusnya jurnalis menjaga jarak aman sekitar 1,5 meter seperti yang dianjurkan.

Pada tanggal 23 Maret 2020 dalam program Liputan 6 SCTV terdapat segmen berjudul Kamu Harus Tau, dalam segmen kali ini yang dibahas adalah penanganan Covid-19 di berbagai negara. Namun pada pembukaan segmen, sang pembawa berita mengucapkan “Korea Selatan dan Italia, dua negara ini menerapkan cara yang berbeda dalam penanganan virus mematikan ini.”

Tangkapan layar program Liputan 6 yang tayang di SCTV pada tanggal 23 Maret 2020

Dalam Protokol Keamanan Liputan dan Pemberitaan Covid-19 nomor 26 tertulis, “Jurnalis perlu mengindari penggunaan kata sifat yang bisa menambah kecemasan dalam masyarakat.”. Bahkan disitu ditulis dengan jelas bahwa contoh kata-kata yang tidak boleh digunakan adalah “Virus yang mematikan ini”. Itu adalah  salah dua dari kesalahan- kesalahan di media televisi dalam meliput dan memberitakan tentang Covid-19  yang bisa saya amati sejauh ini.

 

 

 



Posting Komentar

0 Komentar